BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »
ORDINARY PEOPLE. SIMPLE. AQUARIUS. GOOD FRIEND. GOOD LOVER




Jumat, Januari 22, 2010

Pemabuk vs Pendongeng

Jakarta penuh dengan pengamen yang unik :D

Saya baru saja menemukan pengamen yang "unik" di dalam bus. Ceritanya, saya akan pergi les di daerah Mampang. Biasanya, saya pergi les langsung dari kantor. Namun, karena hari ini tidak masuk kerja, saya pun berangkat dari rumah. Sekitar pukul 17.00 saya berangkat dari rumah. Saya menggunakan angkutan 610 untuk sampai ke Blok M. Waktu itu, jalanan sangat padat. Bus yang saya tumpangi memotong jalan agar lebih cepat. Sopir bus yang memilih untuk memotong jalan seolah-olah seperti "menjemput" dua orang pengamen yang sedikit menakutkan. Dua pengamen punk masuk ke dalam bus 610. Kenapa saya bilang menakutkan? Dua pengamen ini dalam keadaan mabuk, yang satu mabuk setengah-tengah, yang satu mabuk parah. Pemabuk yang parah harus dituntun oleh pemabuk yang mabuk setengah-setengah. Jalannya gontai, badannya hampir "roboh" ke arah penumpang. Beruntung temannya masih sedikit sadar dan berinisiatif untuk menuntun si pemabuk parah. Solidaritas pertemanannya cukup bagus, pikir saya waktu itu.
Saat itu, penumpang dalam bus tidak terlalu banyak. Ya, paling ada sekitar 7 orang termasuk saya. Saya meyakini seluruh penumpang yang menghadap ke arah pengamen merasa takut. Saya duduk di bangku nomor 2 dari depan pintu bus. Kali ini, kebetulan saya tidak memilih duduk paling depan. Saya duduk seorang diri. Ketika dua orang pemabuk ini naik ke atas bus, refleks saya langsung bergeser tempat duduk ke arah dalam.

Kemudian, pemabuk yang setengah-tengah mulai menyapa penumpang, "Ya...selamat sore para penumpang. Maaf mengganggu kenyamaan Anda." (Sapaan khas para pengamen ibu kota). Kemudian, ia mulai bernyanyi. Lalalalala......
Lalu, kemana pemabuk yang parah??
Saya tidak berani menengok ke arah belakang. Saya khawatir, si pemabuk parah berada persis di belakang saya. Hm.. sepertinya sih dugaan saya ini benar! Saya mencium bau-bau yang tidak sedap dari arah belakang. Baunya tengik! Pasti dia tidak pernah menggosok badannya dengan sabun.
"Hey, pengamen aroma badanmu sangat mengganggu hidungku loh!!! protes saya dalam hati (gak mungkin juga sih saya melakukan protes ini di depan muka si pengamen. Entah jadi apa saya kalau coba-coba melakukan hal itu :D)

Kembali ke topik awal. Saat si pemabuk setengah-tengah mulai bersenandung, pikiran saya terfokus dengan pemabuk yang ada di belakang saya. Saya mendengar suara lirih si pemabuk parah di belakang. Ternyata ia ikut bernyanyi meskipun nada dan liriknya tidak jelas. Amburadul, tepatnya!
Huhuhu...lama sekali ia mengamen di bus ini. Berbagai doa saya lantunkan dalam hati untuk mengobati sedikit ketakutan dan kekhawatiran saya. Saya beranggapan, orang mabuk itu pasti tidak sadar dan dia bisa saja melakukan hal-hal "aneh" di luar dugaan saya. Ini hal yang saya khawatirkan dengan dua orang pemabuk yang sedang berada "dekat" dengan saya.
Setelah beberapa menit, akhirnya mereka mengakhiri ocehannya. Si pemabuk setengah-setengah menyodorkan kantong bekas permen ke arah penumpang. Ternyata beberapa penumpang memberikan uang kepada pengamen itu. Hm.. kemungkin si penumpang yang memberi uang merasa takut dengan si pengamen jika tidak memberikan uangnya. Hm.. atau sebaliknya, si penumpang merasa iba dengan kehidupan si pengamen. Entahlah!
Namun, saya kurang setuju jika ternyata mereka memilih alasan yang kedua. Kita sepertinya tidak perlu iba dengan orang-orang seperti mereka. Uang hasil mengamen kemungkinan besar digunakan untuk membeli minuman keras dan hasilnya mereka akan membuat resah orang-orang yang ada di sekitarnya. Ya, seperti yang saya rasakan saat itu :(

Setelah menyodorkan kantong ke penumpang paling belakang, dua orang pengamen ini turun. Huuufftt...lega dan tenang rasanya.
Bus masih diam karena kemacetan, belum bergerak. Saya pun masih bisa melihat gerak gerik pengamen di pinggir jalan. Si pemabuk parah berjalan gontai dan harus dipapah dengan si pemabuk setengah-setengah. Mereka berdua menjadi tontonan orang-orang di jalan. Bajunya buluk dengan berbagai rantai bahkan gembok di pinggangnya. Celana menyempit di bagian bawah. Tatanan rambut yang menantang langit (baca: Mohawk) dan sepatu boots menjadi andalan mereka. Mungkin bagi mereka, inilah cermin dari sikap anti kemapanan. Sepatu boots yang mereka kenakan melambangkan anti penindasan.
Saya jadi ingat. Saya pernah membaca satu artikel mengenai anak punk. Dalam artikel tersebut tertulis, "Anak punk itu bebas tetapi bertanggung jawab. Mereka berani bertanggung jawab secara pribadi, atas apa yang telah dilakukan."
Membaca pernyataan ini sepertinya anak-anak punk yang ada di Jakarta sebenarnya tidak mengganggu, asal mereka dalam keadaan sadar dan tidak mabuk seperti pengamen dalam bus 610. Namun, karena dandanan mereka yang liar itu yang membuat masyarakat mempunyai pandangan miring mengenai mereka, termasuk saya hihihi..

Ini baru satu pengamen yang "unik" yang saya temui hari ini.
Jeda sekitar 15 menit, naik satu pengamen yang mendingan dari yang sebelumnya. Pakaiannya lebih sopan, meskipun terlihat lusuh dan kotor. Kali ini, si pengamen akan membawakan sebuah cerpen. Entah cerpen ini buatan dia sendiri atau tidak. Judulnya "Mamat pergi ke Jakarta Fair" (Pelafalan si pengamen: Mamat Pergi ke Jakarta Per).

Cerpen ini sederhana tapi memikat hati saya untuk serius mendengarkan. Perbedaan intonasi yang dilakukan si pengamen untuk membedakan masing-masing tokoh membuat cerita ini asik untuk didengarkan. Tokoh dalam cerita tersebut ada tiga, yakni emak (ibu si Mamat), mamat, dan ..... ah, satu lagi saya lupa. Hm.. sebut saja namanya Somat.

Nah, sinopsis singkatnya, si Mamat adalah tuna netra yang sering dibohongi oleh teman dekatnya, Somat. Ceritanya, Si Somat mengajak si Mamat untuk pergi ke Jakarta Fair. Si Mamat pun menyambutnya dengan riang. Namun, si emak tidak memperbolehkan karena menurutnya sia-sia jika si Mamat pergi kesana. Ia sudah pasti tidak dapat melihat acara itu. Selain itu, ia pergi bersama Somat yang suka membohongi si Mamat. Namun, Mamat tak menghiraukan larangan si emak. Mereka berdua pun pergi ke sana. sebelum berangkat, si Somat menanyakan jumlah uang yang dimiliki Mamat. Mamat pun mengeluarkan 3 lembar uang sepuluh ribu-an. Uang itu diminta Somat dengan alasan untuk menyewa motor tetangga. Mamat pun memperbolehkan keinginan Somat. Dengan tulus, ia memberikan seluruh uangnya kepada Somat. Tak lama kemudian, Somat datang membawa motor yang ia sewa. Lalu, pergilah mereka berdua ke Jakarta Fair menggunakan motor. Somat yang mengendarai, sedangkan Mamat membonceng di belakang. Ternyata eh ternyata, Motor yang dikendarai Somat tidak menuju ke Jakarta Fair. Dia hanya mengajak Mamat muter-muter ke kebun belakang rumah Mamat. Mamat pun merasa ada yang aneh. Dia segera bertanya kepada Somat, "Mat, kok jalannya muter-muter mulu yak?"
Somat menjawab, "Iya Mat emang jalanan ke Jakarta Fair belokannya banyak. Jadi, kita muter-muter mulu. Bentar lagi kita juga sampai kok."

"Mat, udah sampai ni kite di Jakarta Per. Ayo turun!" seru Somat dengan nada sedikit tinggi.
"Kok, sepi, Mat?" tanya Mamat lagi dengan nada bingung.


"Iya, ini kan baru di luar Mat. Kita belum masuk. Lo tunggu sini aja ya. Gue mau beli karcis dulu nih. Lo jangan ke mana-mana! pokoknya lo tunggu gue di sini aja!" perintah Somat kepada Mamat. Mamat pun mematuhi aturan si Somat.

Setelah beberapa menit, Somat tak kunjung datang.
Si emak tiba-tiba ingin ke kebun belakang rumahnya. Si emak terkaget-kaget. Si emak melihat Mamat berdiri mematung di kebun itu dengan dandanan yang sangat nyentrik. Rambut klimis ke arah samping dengan kemeja kotak-kotak yang dimasukkan dengan rapi ke dalam celana panjangnya. Si emak pun menyapa Mamat, "Mat, ngapain lo berdiri sendirian di situ?"
"Ya elah emak. ngapain nyusul Mamat ke Jakarta Per. Mamat kan udah gede, bisa pergi sendiri. Ini juga ditemenin si Somat, Mak," jawab Mamat.
"Apa lo bilang?? Jakarta Per, Mat??!! Ini di kebun belakang rumah kite. Kagak ada tuh Jakarta-Jakarta per-an. Lo dibo'ongin Somat lagi! Duit lo pasti raib dibawa Somat," jawab emak dengan emosi.
Mamat pun menarik napas panjang....

Ini adalah cerpen yang menghibur saya, membuat saya senyum-senyum sendirian di bus. Pengamen yang kreatif! Disaat orang-orang memilih untuk bernyanyi dan bermain musik, ia memilih untuk mendongengkan para penumpang di bus.
Tepuk tangan untuk pengamen ini :D

0 komentar: